Tuesday, 6 November 2012

Peranan Faktor Lingkungan dalam Pemuliaan Ikan

ABSTRAK
Kegiatan pemuliaan ikan selain dipengaruhi oleh genetik, juga sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Walaupun faktor ini tidak diwariskan kepada generasi berikutnya, tetapi mempengaruhi fenotif suatu individu atau populasi ikan yang akan dibudidayakan, karena faktor lingkungan yang buruk akan menutup potensi genetik dari individu atau populasi tersebut. Aspek lingkungan yang berpengaruh terhadap pemuliaan tersebut adalah padat tebar dan mortalitas; umur, suhu, dan kualitas air; sifat biologi dan fisiologi; maternal efek; kecondongan, dan cara pemberian pakan; kompensasi pertumbuhan; dan pemeliharaan komunal (bersama). Usaha pemuliaan dan budi daya perlu memperhatikan faktor-faktor lingkungan.

PENDAHULUAN
Pemuliaan ikan merupakan kegiatan untuk menghasilkan ikan unggul melalui perbaikan sifat yang terukur. Pemuliaan dapat dilakukan melalui cara seleksi. Prinsip dasar dari seleksi adalah mengeksploitasi sifat aditif  dari allela-allela pada semua lokus yang mengontrol sifat terukur untuk memperbaiki suatu strain ikan (Gustiano et al., 1999).
Salah satu hal yang sering diabaikan dalam kegiatan pemuliaan adalah faktor lingkungan. Seringkali pengertian lingkungan hanya lingkungan budi daya (kolam atau KJA) dan aspek yang diperhatikan hanya kualitas air. Faktor lingkungan yang dimaksud disini adalah lingkungan selain genetik yang mempengaruhi terbentuknya karakter atau trait yang akan diukur. Faktor lingkungan tidak diwariskan kepada generasi berikutnya. Dunham (2004) membahas faktor lingkungan yang perlu diperhatikan pada kegiatan pemuliaan antara lain padat tebar dan mortalitas, umur, suhu dan kualitas air, biologi dan fisiologi ikan, maternal efek, kecondongan dan pola makan, kompensasi pertumbuhan dan pemeliharaan bersama (communal stocking). Faktor lingkungan ini akan mempengaruhi fenotif suatu individu atau populasi ikan yang akan dibudidayakan, karena faktor lingkungan yang buruk akan menutupi potensi genetik dari individu atau populasi tersebut.
Dalam mengevaluasi genetik suatu individu atau populasi melalui pendekatan seleksi, persamaan dasar yang harus diperhatikan yaitu P = G + E + GE, dimana P adalah performansi atau fenotif dari individu, G adalah potensi genotif individu, E adalah faktor lingkungan dan GE adalah interaksi antara genotif dan faktor lingkungan (Tave, 1993). Fenotif adalah karakter individu atau populasi yang dapat terukur. Di dalam budi daya perikanan karakter yang dapat diukur misalnya bobot dan panjang ikan pada periode tertentu, jumlah telur/kg induk, daya tetas telur, dan sebagainya. Pemulia mengekploitasi keuntungan genetik dengan memanfaatkan variasi fenotif dari individu atau atau populasi atau dengan cara mengintroduksikan jenis baru. Variasi fenotif mempunyai persamaan sebagai berikut: VP = VG + VE + VGE dimana VP = variasi fenotif, VG = variasi genotif, VE = variasi lingkungan, dan VGE = variasi interaksi antara lingkungan dan genotif.
Tulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran dari efek faktor lingkungan yang akan mempengaruhi pembentukan karakter/trait yang akan diukur dalam kegiatan pemuliaan. Diharapkan para peneliti pemuliaan dan bidang disiplin ilmu lainnya, akan mempunyai persepsi yang sama dalam melaksanakan kegiatan penelitian budi daya perikanan. Aspek lingkungan yang berpengaruh diuraikan dalam tulisan di bawah ini.

Padat Tebar dan Mortalitas
Padat tebar mempengaruhi laju pertumbuhan dan faktor performansi lainnya. Ikan yang dipelihara pada kolam dengan padat tebar rendah mempunyai laju pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan ikan yang dipelihara pada kolam yang mempunyai padat tebar tinggi, dengan asumsi jumlah pakan yang diberikan sama. Perbedaan laju kematian (mortalitas) mempunyai konsekuensi efek yang sama dengan perbedaan padat tebar. Kesalahan yang paling buruk akan terjadi pada pengolahan data, dimana bila perbedaan padat tebar atau sintasan hidup akan mengubah peringkat dari genotif individu atau populasi yang akan dipilih. Pada beberapa kasus, peringkat mungkin tidak berubah, akan tetapi perbedaan sesungguhnya antar genotif mungkin dibawah nilai pendugaan sebenarnya. Sebagai contoh pada kasus silang dalam, dimana silang dalam menurunkan laju pertumbuhan dan sintasan.

Umur, Suhu dan Kualitas Air
Perbedan waktu pemijahan dan umur individu pada suatu percobaan menghasilkan variasi lingkungan tambahan, yang mempuunyai potensi untuk menutupi efek genetik. Pada beberapa kasus, perbedaan umur akan memberikan efek lingkungan yang besar. Salah satu contoh dari pengaruh perbedaan umur pada saat penebaran mempengaruhi pertumbuhan dan sintasan hidup dari perbedaan genotif ikan mas telah dilakukan oleh Wohlfarth & Moav (1970) dalam Dunham (2004). Pada penelitian ini benih ikan mas yang berumur 1 hari dipelihara secara komunal pada kolam tanah, dan sepenuhnya benih tersebut tergantung pada fitoplankton sebagai pakan utamanya yang dapat ditumbuhkan melalui pemupukan. Dua kelompok ikan mas yang berbeda warna yaitu keemasan dan biru keabu-abuan digunakan dalam pengujian ini. Bila kedua kelompok dipijahkan pada hari yang bersamaan, sintasan benih yang dipelihara di kolam yang telah ditumbuhi fitoplankton mempunyai nilai yang sama. Bila ikan mas berwarna biru keabu-abuan dipijahkan sehari lebih cepat, sehingga ikan mas warna biru-keabuan mempunyai keuntungan 1 hari, benih ikan yang yang berwarna bieu-keabuan tumbuh lebih cepat dari ikan mas yang berwarna keemasan sampai berukur 30 hari dan mempinyai sintasan hidup 20 kali lebih besar dari ikan mas yang berwarna keemasan. Akan tetapi setelah berumur 60 hari, ikan mas yang berwarna keemasan mampu mengatasi lingkungan yang kurang menguntungkan dan melewati ikan mas berwarna biru-keabuan serta mempunyai bobot 50 % lebih besar.
Akan tetapi bila ikan mas warna keemasan dipijahkan satu hari lebih dulu, pada umur satu bulan ikan mas warna keemasan mempunyai laju pertumbuhan 30% lebih cepat dari ikan mas yang berwarna biru-keabuan. Dilihat dari sintasan hidup benih ikan mas ini juga mempunyai sintasan hidup 20 kali lebih besar dari ikan mas berwarna biru-keabuan. Dengan satu hari diuntungkan, ikan mas berwarna keemasan mempunyai keuntungan pertumbuhan 50 % lebih besar serta rataan bobotnya selalu di atas ikan mas berwarna biru-keabuan sepanjang pemeliharaan selama 2 bulan.
Pada kasus hewan darat seperti sapi atau ternak lainnya, pengaruh umur lebih mudah diperbaiki, dengan cara memelihara hewan uji dengan waktu tertentu. Akan tetapi untuk ikan, akan sulit diterapkan karena perbedaan umur mempunyai potensi berbeda dalam suhu dimana ikan tersebut dipelihara, yang tentunya akan mengubah metabolisme dan performansi.
Cara lain dalam mengevaluasi penelitian genotif yaitu melalui standarisasi jumlah hari dikalikan suhu. Metode ini juga mempunyai kelemahan, dimana nilai suhu harian pada suhu optimum mempunyai pengaruh yang lebih besar pada fenotif dibandingkan beberapa hari pada suhu suboptimal. Pada lain hal, salah satu alternatif adalah dengan cara memonitor secara seksama kondisi lingkungan dan mengukur organisme akuatik pada suhu tertentu sebagai suatu angka standar hari, walaupun tanggal pada saat periode tersebut mungkin berbeda.
Perbedaan kualitas air dapat menyebabkan perbedaan variasi lingkungan, karena pengaruh pencemaran air lebih besar pada ikan dibandingkan dengan hewan darat. Suhu dan kualitas air mempengaruhi karakter seperti pertumbuhan dan daya tahan terhadap penyakit dan juga perkembangan karakter, karena suhu dan perubahan kualitas air dapat memacu terbentuknya larva yang cacat.

Sifat Biologi dan Fisiologi
Proses biologi dan fisiologi juga bertanggung jawab terhadap pengaruh lingkungan. Sebagai contoh, pada ikan yang sedang tumbuh, perbandingan permukaan insang dengan volume badan lainnya menjadi lebih kecil. Biasanya ikan besar mempunyai toleransi yang rendah terhadap oksigen dibandingkan ikan kecil. Pada evaluasi genetik melalui uji tantang terhadap suhu rendah, ikan kecil mempunyai keuntungan dibandingkan ikan besar, dengan demikian hubungan antara ukuran dan toleransi terhadap oksigen rendah dapat ditentukan dengan menggunakan standar data genotif terhadap suatu ukuran tertentu untuk percobaan.
Ikan yang lebih besar mempunyai kepala yang besar dan panjang. Oleh karena itu, pengukuran secara morfometrik harus distandarisasikan. Salah satu teknik untuk menstandarisasi adalah dengan perbandingan. Akan tetapi, hal ini terkendala dengan perubahan bentuk badan relatif bilamana ikan bertambah besar. Pada ikan muda, badan ikan tumbuh besar dibandingkan dengan kepala, dengan demikian perbandingan ukuran kepala terhadap panjang total lebih kecil pada ikan yang besar. Pada ikan yang tumbuh mendekati matang gonad, hubungan tersebut berubah, kepala mulai tumbuh lebih cepat daripada badan, dengan demikian ukuran tubuh melalui pengukuran morfometrik harus diperbaiki untuk mengoreksi data yang diperoloeh dalam melakukan evaluasi genetik guna memperoleh nilai yang sah. Bilamana menggunakan persen karkas akan diperoleh nilai yang bervariasi pada ukuran ikan yang sama dengan pengukuran secara morfometrik. Oleh karena itu, diperlukan suatu koreksi guna memperoleh data yang benar.

Maternal Efek
Maternal efek merupakan suatu komponen dari variasi lingkungan. Definisi maternal efek adalah pengaruh yang ditimbulkan oleh ukuran, umur, dan kondisi dari induk betina yang mempengaruhi kualitas telur dan keberhasilan hidup embrio (Kirpichnikov, 1981 dalam Dunham, 2004). Falconer & Mackay (1996) mendefinisikan maternal efek adalah pengaruh lingkungan yang berasal dari induk betina pada fenotif anakan betina keturunannya. Pengaruh pejantan pada saat perkembangan awal biasanya tidak berbeda nyata, karena jantan mempunyai gamet yang lebih kecil  dari betina (Chambers & Legget, 1996 dalam Dunham, 2004).
Maternal efek, merupakan sesuatu hal yang penting pada hewan mamalia karena perkembangan embrionya terjadi di dalam uterus. Pada ikan, maternal efek, mempunyai potensi penting pada awal kehidupan. Pada organisme akuatik, maternal efek berhubungan dengan ukuran telur, sedangkan ukuran telur berhubungan dengan ukuran induk betina pada beberapa spesies ikan. Hal ini berpengaruh terhadap kemampuan suatu organisme dan keturunannya untuk lolos hidup. Pada ikan channel catfish, Ictalurus punctatus, ukuran telur menurun ketika ikan semakin tua dan besar, sedangkan bobot induk betina atau jumlah total telur pada suatu pemijahan, tidak berkolerasi dengan ukuran telur pada tahun pemijahan yang sama (Dunham et al., 1983). Maternal efek pada disparitas telur terjadi pada jenis-jenis ikan seperti pink salmon (Heath et al., 1999); yellowtail flounder, Pleuronectis ferrugineus, Channel catfish (Reagen & Conley, 1977); dan brown trout, Salmo trutta, dan rainbow trout (Blanc & Chevassus, 1979). Ukuran induk betina biasanya berhubungan langsung dengan ukuran telur seperti pada ikan blacky porgy, Acathopagnus schlegel. Umur ikan mempengaruhi sintasan, pada induk betina ikan nila, semakin tua induk produksi telurnya semakin besar.
Hubungan antara ukuran induk betina, ukuran telur dan fekunditas merupakan sesuatu yang penting untuk budi daya dan manajemen sumber daya perikanan. Ukuran telur mungkin berpengaruh terhadap keduanya, ukuran telur yang besar mempunyai kemungkinan yang besar untuk terus hidup bagi larva di lingkungan yang kurang baik. Pada ikan channel catfish, bobot induk betina berkorelasi positif dengan jumlah telur yang dipijahkan (r=0,72 – 0,83) (Bondari et al., 1985). Maternal efek yang disebabkan oleh ukuran ikan biasanya sementara dan jangka waktunya pendek.

Kecondongan dan Cara Pemberian Pakan
Cara pemberian pakan mempengaruhi variasi lingkungan dan distribusi ukuran populasi. Kecondongan (skewness) suatu yang tidak diinginkan dari distribusi frekuensi suatu populasi. Kecondongan ini seringkali ditemukan dalam populasi ikan mas dan juga ikan lain. Kecondongan mempunyai komponen dasar genetik dan lingkungan. Nilai kecenderungan berkisar 1 dianggap moderat sedangkan lebih dari satu dianggap besar.
Kecondongan yang terdapat pada bobot, di channel catfish dipengaruhi oleh laju pemberian pakan, ukuran pakan, dan kondisi lain yang menghasilkan suatu kompetisi pakan (Moav & Wolfrarth, 1973 dalam Dunham, 2004). Pada ikan mas, Cyprinus carpio yang mempunyai ukuran awal sedikit berbeda, yang karena faktor genetik atau faktor lingkungan akan mendapat efek penggandaan akibat terjadinya kompetisi diantara ikan. Ikan yang lebih kecil, biasanya jarang mendapat pakan, sedangkan ikan yang berukuran sedikit lebih besar memperoleh kesempatan mendapat pakan lebih besar. Ikan yang sedikit lebih besar dan mendapat kesempatan untuk memperoleh pakan besar akan mempunyai efek penggandaan, sehingga menyebabkan terbentuknya suatu subpopulasi, yang disebut bongsor (shooters atau jumpers), kelompok ini memperoleh keuntungan yang berlebih dari kelompoknya. Dunham (2004) menggambarkan terjadinya efek penggandaan pada ikan mas, dimana ikan bongsor dan ikan kuntet dipilih dari suatu populasi, keduanya kemudian dibesarkan pada wadah yang berbeda dengan padat tebar yang rendah dan tinggi sampai mereka mencapai ukuran yang sama melalui pengaturan laju pemberian pakan. Setelah ikan mencapai ukuran yang sama, kemudian ikan tersebut dibesarkan pada kolam yang terpisah dan kolam komunal/bersama. Perbedaan pertumbuhan pada kolam yang berbeda tersebut merupakan perbedaan faktor genetik yang sebenarnya. Perbedaan pertumbuhan yang besar terjadi pada kolam komunal, merupakan perbedaan faktor genetik yang disebabkan oleh efek penggandaan, yang merupakan faktor lingkungan dalam hal ini kompetisi pakan.
Nakamura & Kasahara (1961) dalam Dunham (2004) melaksanakan suatu seri penelitian yang membuktikan bahwa penyebab terjadinya kecondongan dan faktor yang mempengaruhi kecondongan pada ikan mas. Telur dan larva ikan mas yang baru menetas mempunyai sebaran normal, sesaat setelah larva mulai makan, kecondongan mulai nampak. Kemudian dilakukan pemeliharaan ikan secara individu pada suatu kontainer, ternyata populasi tersebut tumbuh kembali dengan menyebar secara normal.
Hal lain untuk mengurangi terjadinya kecondongan dapat dilakukan dengan mengurangi ukuran pakannya. Peningkatan laju pemangsaan dan pemberian pakan dapat pula menurunkan kecondongan. Cara lain untuk mengurangi kecondongan rataan populasi dengan mengeluarkan ikan bongsor dari populasi, populasi yang tertinggal akan membentuk suatu populasi normal, dan akan muncul ikan bongsor yang baru dari populasi tersebut. Penambahan ikan bongsor dari populasi ikan lain seperti ikan mas koki, mencegah munculnya kecondongan dan populasi ikan mas tetap menyebar normal.
Kecondongan merupakan hasil dari kompetisi dalam merebutkan pakan. Individual dengan ukuran badan sedikit lebih besar, akan mempunyai ukuran mulut yang lebih besar juga, dan mampu menggandakan perbedaan ukuran awal menjadi lebih besar. Penyebaran populasi untuk bobot pada ikan channel catfish yang dipelihara di sangkar ternyata juga mempunyai kecondongan. Bobot badan dari suatu populasi ikan yang diberi pelet tenggelam akan lebih besar dibandingkan ikan yang diberi pakan apung walaupun pakan pelet apung mempunyai distribusi normal.
Ukuran pelet mempengaruhi keseragaman dari pertumbuhan dan kecondongan dari suatu sebaran normal pada suatu populasi ikan channel catfish yang dipelihara di hapa dan wadah. Pada tipe lingkungan di atas, larva tergantung pada pakan buatan. McGinty (1980) melakukan penelitian dengan (1) tanpa pakan, (2) pemberian pelet, dan (3) pemberian remahan yang dilakukan di hapa, larva yang diberi pakan pelet mempunyai ukuran yang sama dan populasinya mempunyai kecondongan yang lebih sedikit dibandingkan dengan dua perlakuan yang lain. Hal tersebut merupakan gejala yang sama yang diamati untuk ikan yang mendapat pakan yang berbeda ukuran.
Hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa pelet yang tertahan di dalam hapa memberikan waktu yang cukup untuk larva memakannya, sedangkan remahan yang diberikan dan tidak termakan lolos melalui sela-sela hapa dengan cepat hanya memberikan waktu yang singkat untuk larva memakannya. Hal ini menyebabkan kompetisi yang tinggi terhadap pakan yang diberikan oleh larva. Populasi ikan dengan perlakuan pemberian remahan mempunyai koefisien kecondongan yang positif, yang menunjukkan bahwa ikan yang agresif memonopoli remahan yang diberikan di hapa. Populasi yang tidak diberi pakan mempunyai koefisien kecondongan yang negatif, karena individual yang lapar terhambat pertumbuhannya, sehingga memberikan sintasan yang rendah.
Kecondongan dalam populasi harus dihindari didalam penelitian genetik dan molekular, karena individual yang besar, mungkin sebagian atau seluruhnya akibat faktor lingkungan daripada faktor genetik. Koefisien kecondongan ikan channel catfish yang dipelihara di hapa lebih rendah dibandingkan ikan mas yang dipelihara pada tempat yang sama. Karena kecondongan merupakan hasil dari kompetisi untuk pakan, spesies dengan mulut yang relatuf lebih kecil, rasio antara ukuran mulut dengan ukuran badan tampaknya lebih rata kecondongannya. Kecondongan ukuran panjang lebih minimal di populasi channel catfish yang ditebar dengan kepadatan 250.000 ekor/ha (Dunham, 2004).

Kompensasi Pertumbuhan
Kompensasi pertumbuhan adalah suatu proses dimana hewan dikondisikan pada lingkungan yang buruk, kemudian dipindahkan ke lingkungan yang lebih baik. Hewan yang dikondisikan demikian akan tumbuh dan menyusul hewan yang berumur sama yang dipelihara pada lingkungan yang optimal. Gejala ini sangat umum pada hewan mamalia dan juga pada manusia. Beberapa peneliti melaporkan ada terjadi kompensasi pertumbuhan pada ikan, tetapi ada juga yang menyangkal. Hal ini menarik dan mempunyai beberapa konsekuensi dalam bidang budi daya. Para petani telah mencoba melakukan pengkondisian benih ikan pada lingkungan yang buruk, dan menunjukkan pertumbuhan yang pesat ketika lingkungan pemeliharaan diperbaiki. Apabila kompensasi pertumbuhan terjadi pada ikan yang dipelihara dalam penelitian genetika, akan mengurangi keabsahan dari pendederan bertahap untuk menghasilkan ikan yang mempunyai ukuran yang sama dalam memulai suatu penelitian uji banding.
Wang et al.(2000) membuktikan keberadaan mengenai kompensasi pertumbuhan pada ikan nila hibrida (O. mossambicus x O. niloticus) yang dipelihara pada air laut. Benih tersebut tidak diberi pakan selama 1, 2 dan 4 minggu. Hasilnya menunjukkan tidak ada kelompok yang menunjukkan kompensasi pertumbuhan selama pemberian pakan dilakukan kembali. Ukuran dari ikan berkorelasi dengan ukuran panjang ikan yang mengalami pemuasaan. Daya cerna nutrisi dan pakan serta retensi protein dan lemak juga dihitung, tidak terdapat perbedaan yang nyata diantara kelompoknya.
Semakin tinggi lama ikan berpuasa karena tidak diberi pakan, semakin tinggi pakan yang diperlukan guna mencapai pertumbuhan yang sama. Hal ini diluar dugaan dan bukan merupakan kompensasi pertumbuhan, karena bobot akhirnya lebih kecil dari peningkatan periode pemuasaan dan laju pertumbuhan spesifik. Pada ikan tilapia, yang mengalami pembatasan pakan cenderung mempunyai kelembaban yang tinggi, tetapi mempunyai kandungan protein, lemak, abu, dan energi yang rendah dibandingkan dengan ikan yang mendapat pakan. Semakin tinggi periode pemuasaan, semakin tinggi perbedaannya. Penelitian yang sama terhadap ikan lele Afrika (Heterobaranchus longifilis) dan Alaska yellowfin (Pleurinectis aper) menjelaskan hasil yang sama seperti yang diperoleh pada ikan tilapia hibrida. Pada kasus ikan lele Afrika, kesimpulan yang diperoleh adalah terjadi kompensasi pertumbuhan, walaupun ikan yang dipuasakan mempunyai performa yang lebih kecil.

Pemeliharaan Komunal/Bersama
Pemeliharaan secara komunal dikembangkan oleh Moav & Wohlfard (1973) dalam Dunham (2004) untuk mengatasi masalah keterbatasan kolam. Pada pemeliharaan secara komunal, kelompok genetik yang berbeda dipelihara bersama untuk menduga perbedaan diantara kelompok genetik yang diuji. Penelitian menggunakan sistem komunal, lebih efisien daripada penelitian yang menggunakan pengulangan dengan menggunakan kolam, keramba atau akuarium yang terpisah. Faktor lingkungan yang identik pada wadah komunal dapat mengurangi kesalahan yang disebabkan oleh variasi antar wadah bila dipelihara secara terpisah. Pemeliharaan bersama/komunal hanya sah bila kriteria genetik, lingkungan, dan fisiologi memenuhi syarat. Syarat yang diperlukan adalah peringkat relatif dari kelompok genetik harus sama baik pemeliharaan secara komunal dan terpisah. Bila peringkat relatif tidak sama, interaksi antar genotif dan lingkungan akan terjadi, hal ini menyebabkan pemeliharaan secara komunal tidak memenuhi syarat. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah, bobot akhir yang diperoleh dari pemeliharaan secara komunalatau terpisah dipengaruhi oleh perbedaan ukuran bobot awal dari kelompok yang diuji, oleh karena itu merupakan suatu keharusan untuk meminimalkan pengaruh bobot awal terhadap bobot akhir pada ikan yang diuji.

KESIMPULAN
Dari uraian di atas, faktor lingkungan (padat tebar dan mortalitas, umur, suhu, dan kualitas air, biologi, dan fisiologi, maternal efek, kecondongan dan pola makan, kompensasi pertumbuhan, dan pemeliharaan bersama) sangan mempengaruhi fenotif suatu individu atau populasi. Dalam penelitian pemuliaan, pemulia/pembudi daya seringkali hanya memperhatikan kualitas air, tetapi lupa memberikan perhatian terhadap faktor lingkungan yang telah diuraikan di atas, sehingga tidak memperoleh hasil yang diharapkan.

No comments:

Post a Comment